Ratu Cumi's Choice

APA SAJA YANG HARUS DIPERSIAPKAN JIKA INGIN MEMULAI "DIVING"?

Diving , atau dalam bahasa Indonesia bisa disebut dengan menyelam, adalah salah satu olahraga yang masuk ke dalam kategori ekstrem. Dari sem...

Jumat, 03 Januari 2020

Perjalanan Patah Hati

Setahun lalu, tepat di tanggal ini, aku sedang berada di Ende, Flores, Nusa Tenggara, Timur. Aku resah dan cemas, rasanya ingin pulang. Sehari sebelumnya, tanteku mengabarkan kakakku sakit, kondisinya tidak baik dan sudah tidak berdaya. Sungguh kabar tiba-tiba.

"Lusa Ade pulang, langsung ke Bandung," ujarku.

Aku merebah di kamar salah seorang warga yang kutumpangi rumahnya. Pikiranku melayang entah kemana, hingga akupun tertidur.

Lewat tengah malam waktu Indonesia bagian tengah, teleponku berdering. Nama mama tertera di layar. Begitu kuangkat, jauh di ujung sana Mama menangis dengan histeris semabari menyuruhku pulang saat itu juga. Begitu aku tanya alasannya kenapa, dia pun menjawab:

"AA meninggal," sambil menangis seraya meraung.

Jantungku berdegup dengab kecang, aku menangis menjadi seperti orang gila. Seisi rumah tempatku menginap terkejut dengan kabar yang kuberikan.

Pikiranku buntu saat itu. Aku hanya menangis menjadi-jadi. Orang di sekitarku sibuk, ada yang mengemas barang-barangku, ada yang membatalkan tiket pesawatku, ada juga yang mencarikan tiket pesawat tercepat menuju Bandung.

Teleponku tidak berhenti berdering. Aku sempat kesal, Apa yang mereka harapkan? Aku bahkan tidak tahu mengapa kakakku meninggal. Aku hanya mengangkat telepon dari orang-orang yang kuanggap penting.

Aku menelepon sahabat-sahabatku yang bisa menggantikan aku di Bandung. Yang bisa menjadi mata dan ragaku di sana. Aku yakin mamahku panik dan tak berdaya sama denganku. Hanya itu yang bisa aku lakukam, sisanya aku hanya menangis.

Hampir subuh sodaraku memberi kabar tentang tiket pesawat yang terefektif yang bisa membawaku tiba di Bandung dengan cepat. Setidaknya jam 4 sore aku sudah bisa tiba di Bandung. Aku memintanya memesan untuk dua orang, rasanya aku tidak bisa melewati perjalanan pulang ini seorang diri.

Aku tak berhenti menangis hingga waktu kepulanganku tiba. Sesak dan lelah. Akubmembayangkan harus 3 kali transit sambil pindah pesawat. Rute yang harus aku lewati Ende - Kupang, kemudian direct Kupang-Surabaya. Dari Surabaya aku harus ganti maskapai, pindah terminal, sambil membawa barang bawaan yang begitu banyak sambil berlari kecil, jadwalnya cukup mepet. Untung penerbangan sesuai jadwal, karena kalau tidak, aku mungkin akan ketinggalan pesawat di penerbangan selanjutnya.

Aku ingin melihat kakaku untuk terakhir kalinya, sehingga pintaku saat itu adalah, jangan dikubur sebelum aku pulang. Tapi semua orang meminta agar aku ikhlas, supaya kakakku bisa dikubur secepatnya. Aku bersi kukuh tidak mau, pokoknya aku harus ditunggu. Mamaku menangis, aku tak peduli. Hp aku matikan, lalu menangis kemudian.

Ketika tiba di Kupang, HPku berbunyi tak kunjung usai. Aku hanya diam sambil menangis.

"Kak, ikhlaskan saja. Kasian Mama. Kasian pula jenazah kakaknya Kak Mel, semakin cepat dikubur semakin baik. Ikhlas Kak, nanti begitu tiba kita langsung datangi kuburnya," ujar Totok, teman seperjalananku, saat itu.

Akhirnya kuangkat telepon, dan aku berkata, "iya, kuburkan saja." Di ujung telepon bisa kudengan sirine ambulance pun berbunyi. Kututup teleponku. Tak lama saudaraku menelepon, aku hanya bilang kepadanya untuk mengabadikan prosesi pemakaman dalam bentuk video.

Sepanjang perjalanan, aku menangis, kemudian tertidur karena lelah. Terbangun, kembali menangis, lalu kemudian tertidur kembali. Terus seperti itu hingga mendarat di Bandara Husein Sastranegara, Bandung.

Saat itu pukul empat sore, aku dijemput oleh tanteku. Dia memelukku sambil menangis. Aku bilang padanya aku ingin ke makam.

Bandung sangat macet saat itu, aku tiba di makam mendekati maghrib. Aku turun dari mobil, lalu aku melihat kubur baru terhiasi bunga tabur dan bunga ucapan duka cita. Kubaca nisan, tertera nama kakakku di sana.

Patah hati ini, berkeping. Sakitnya menyelekit hingga ke tenggorokkan. Aku tak pernah siap untuk menghadapi ini. Aku enggak pernah membayangkan kakakku pergi begitu cepat, ketika aku tidak berada di tempat. Tak ada ucapan selamat tinggal, tidak ada pelukan. Tidak ada perpisahan.