Ratu Cumi's Choice

APA SAJA YANG HARUS DIPERSIAPKAN JIKA INGIN MEMULAI "DIVING"?

Diving , atau dalam bahasa Indonesia bisa disebut dengan menyelam, adalah salah satu olahraga yang masuk ke dalam kategori ekstrem. Dari sem...

Minggu, 27 Juni 2021

Perjalanan Mengenal Diri Sendiri

Saat ini umurku hampir menuju angka 35. Enggak nyangka, ya, tiba-tiba udah umur segini. Perasaan baru kemaren lulus SD. Heu~

Di satu sisi, aku cukup bersyukur dengan pencapaianku yang sudah bisa sejauh ini. Tapi di sisi lain, ada sedikit rasa cemas. Aku seperti semakin jauh dengan diriku. Seiring berjalannya waktu aku merasa ada banyak perubahan dari dalam diri ini. Sesimpel, aku mulai tidak menyukai makanan manis. Aku juga sudah tidak terlalu nyaman mengelola pertemanan dengan banyak orang, aku lebih mengutamakan teman yang memang benar-benar memiliki kedekatan cukup erat. Belum lagi masalah ketahanan tubuh dan kelincahan, jauh berbeda dengan aku di awal umur 30-an.

Salah seorang teman menyarankan aku untuk mengikuti tes Myers-Briggs Type Indicator (MBTI). Sebuah tes untuk mengetahui kepribadianku. Selama ini aku hanya mengetahui aku itu sanguinis yang melankolis. Aku juga hanya mengetahui aku itu ekstrovert. Akan tetapi aku tidak mencari tahu lebih dalam. Perasaan aku mulai tidak mengenal diri akulah yang mulai mendorongku untuk mengeksplorasi kepribadianku. Mungkin secara umum aku tahu, tapi kurang spesifik dan terstruktur.

Alat untuk melakukan tes ini banyak tersedia secara daring. Salah satu alat yang aku coba adalah alat yang disediakan oleh https://www.16personalities.com . Kita akan disuguhkan oleh beberapa pertanyaan tentang suatu kondisi, lalu kemudian kita tinggal mengisi skala setuju atau tidak setuju. Karena fungsi dari tes ini adalah mengetahui kepribadian kita, maka kita wajib mengisinya sejujur mungkin. Dari hasil tes, dapat diketahui bahwa kepribadianku adalah ESTJ-T.

Jangan puas dengan satu alat, coba tes lagi dengan alat yang lain, untuk lebih memastikan. Aku pun direkomendasikan oleh temanku untuk mencoba di https://www.metarasa.com. Tes kali ini, bukan skala setuju atau tidak setuju. Tapi kita diminta untuk memilih skala prioritas untuk suatu situasi, seperti "I enjoy meeting friends" atau "I enjoy solving problems on my own". Setelah menyelesaikan tes,  hasilnya sama, ESTJ-T.

Wow, aku merasa terkonfirmasi membaca penjelasannya. Seolah-olah menjadi lebih yakin dengan diri sendiri. ESTJ-T ini biasa disebut si Eksekutif, karena  logis, tegas, berjiwa pemimpin, disiplin, cepat membuat keputusan, menyukai fakta konkret. Jiwa ekstrovertku seolah menyelamatkan aku dari kepribadian yang tegas dan kaku, karena aku suka menghabiskan waktuku dengan orang lain dan menjadi pusat perhatian (tentu 😁). Ketika bergaul, aku bisa menjadi seseorang yang menyenangkan (walau kesan pertama orang lain kepadaku adalah aku galak, gara-gara mukaku yang cetakannya emang galak).

Lalu setelah mengetahui kepribadian, gimana?

Jujur, setelah tes ini aku melakukan refleksi dan evaluasi terhadap diri aku sendiri. Karena ada beberapa hal yang menjadi kelemahan dari kepribadianku ini. Seperti kaku, tidak peka, keras kepala, argumentatif, dan suka memerintah. Aku tidak mengelak, karena itu semua benar 😁. Lagi-lagi terkonfirmasi. Mengetahui kelemahan akan membuat kita lebih bisa menentukan sikap, supaya lebih  baik lagi. Lalu, kalau kita bisa mengatasi kelemahan, apakah kepribadian kita bisa berubah? Hmm...

Dari hasil tes ini, aku bisa mengetahui juga pekerjaan yang sekiranya cocok buatku. Diantaranya polisi, tentara, hakim, politikus, pengacara, guru, manajer, akuntan, auditor, dan bankir. Ya, itu ada tulisan guru. Mungkin aku sudah berada di jalur yang tepat. Amin.

Nah, terus aku penasaran, dong. Dengan kepribadian ESTJ-T kira-kira aku cocoknya punya pasangan yang seperti apa? Eh, kebetulan di 16personalities ada tesnya. Langsung eksekusi dan hasilnya adalah ISFJ, si Pembela. Adeuh, si Eksekutif dan si Pembela. Perbedaannya di kata Introvert dan Feeling.

Kalau introvert secara garis besar aku paham, sehingga aku lebih tertarik membahas feeling. Secara garis besar aku setuju banget bahwa pelengkap thinking itu adalah feeling. Aku itu kalau mempertimbangkan pilihan atau membuat keputusan pasti menggunakan kepala. Apa-apa harus logis, dan jelas sebab akibatnya. Kadang tega, gak mikirin perasaan orang lain, karena semua harus sesuai dengan target dan berhasil. Dari penjelasan tersebut, tepat banget kalau aku dipasangkan dengan orang yang menggunakan hati (perasaan) ketika membuat keputusan atau menentukan pilihan.

Aku kutip penjelasannya, yang menurut aku ini AKU BANGET 😂

Ketika dihadapkan dengan sebuah keputusan, orang-orang dengan sifat Berpikir biasanya bersandar pada informasi yang objektif. Pengetahuan adalah alat mereka yang tak tergantikan. Begitu tipe kepribadian ini mengumpulkan fakta, mereka menguji alternatif mereka terhadap logika dan alasan untuk melihat keputusan mana, dengan standar tersebut, yang terbukti paling efektif atau realistis. Mereka umumnya mengelola hubungan mereka dengan menggunakan keadilan dan efektivitas sebagai metode utama mereka dalam berurusan dengan orang lain. Gairah mereka lahir dari rasa hormat. 

Jujur, ketika berhubungan dengan orang lain, aku kadang bingung untuk merespon emosional seseorang. Dulu aku pernah dihadapkan dengan situasi temanku kehilangan  hp-nya. Dia nangis menjadi-jadi, terus aku bilang, "makan aja, yuk!". Niat hati ingin mengalihkan perhatian, toh, untuk apa nangis berlama-lama, kan, HP-nya sudah hilang. Nah, teman yang lain malah nyolot, bilang aku enggak punya perasaan. Heu~

Aku sendiri terkadang bingung dengan emosi diri aku sendiri. Di satu sisi logis, tapi di sisi lain melankolis. Pas ayah dan kakak aku meninggal, pun, aku nangis menjadi-jadi. Padahal kalo secara logis, mungkin itu adalah jalan yang terbaik karena mereka sudah tidak merasakan sakit lagi. Tapi hati ini pedih sepedih-pedihnya. Begitu juga pas putus cinta, sedih tak berujung kayak orang gila. Padahal logis, tapi begitu masalah cinta bodoh. HAHAHAHAHA.

Yah,, begitulah hidup.

Semoga dengan lebih mengenal diri sendiri, kita bisa lebih meningkatkan kualitas dan bebenah diri. Dengan lebih mengenal diri sendiri, si Eksekutif pun bisa menemukan si Pembela.