Ratu Cumi's Choice

APA SAJA YANG HARUS DIPERSIAPKAN JIKA INGIN MEMULAI "DIVING"?

Diving , atau dalam bahasa Indonesia bisa disebut dengan menyelam, adalah salah satu olahraga yang masuk ke dalam kategori ekstrem. Dari sem...

Minggu, 19 April 2020

Bermonolog di Rumah Aja

Hari ini, keresahan diam di rumah kembali datang. Sudah satu bulan lebih aku menghabiskan waktu di rumah. Aku cukup patuh buat enggak ke mana-mana, mama pun sama. Kami sama-sama menjaga diri, tidak mau mengambil risiko dan menantang si virus corona.

Lama diam di rumah, enggak ketemu banyak orang membuat aku hanya bermonolog. Kadang muncul ide-ide spontan yang cukup bisa menghibur diri sendiri. Tapi enggak jarang juga seketika muncul pemikiran-pemikiran penuh refleksi, yang berakhir dengan rasa resah.

Selama diam di rumah aja, aku hanya bersama mama dan seorang pegawai. Ya, bertiga saja. Walaupun aku jauh lebih beruntung jika dibandingkan teman-teman yang hidup sendirian di kamar kost-nya, tapi tetap merasa sepi.

Mamaku bilang, "Kita hidup cuma berdua aja, kalau mama mati kamu gimana?"

Pertayaan yang aku tidak bisa jawab. Yang pada akhirnya hanya membuat aku murung. Apa yang harus aku jawab? Jawaban seperti apa yang diharapkan mama aku?

Aku tahu, enggak selamanya aku harus tutup mata dan tutup telinga dengan situasi di dalam keluargaku ini. Cuma jika dituntut untuk jujur, ya, aku enggak tahu harus bagaimana. Rasanya ini di luar kuasa aku. Aku tidak punya kekuatan supranatural yang bisa mengetahu langkah taktis seperti apa yang cukup tepat untuk aku lakukan.

Berdoa? Entahlah.

Aku cukup sadar aku terlalu membuat asyik hidup aku sendiri. Tapi menurutku, ini langkah yang paling tepat, langkah yang cukup membuatku nyaman dengan kenyataan ini. Hanya saja, aku tidak tahu sampai kapan aku harus asyik dengan hidup aku sendiri.

Hal-hal sederhana saja, ketika pompa air di rumah rusak, ketika ada gangguan listrik, ketika gagang pintu rusak, ketika hujan besar membuat air merembes masuk lewat langit-langit kamar mandi, dan masih ketika-ketika lainnya terjadi, aku enggak bisa asyik sendiri. Tapi aku juga gak punya pengalaman untuk bisa mengatasi hal-hal tersebut. Mama bingung, aku sudah pasti lebih bingung pangkat tiga daripadanya.

Banyak cara yang kami lakukan, mama tepatnya, telepon sana-sini untuk mencari solusi. Aku mencari tahu informasi secara singkat via internet. Setidaknya ada landasan yang aku ketahui tentang masalah-masalah yang dihadapi. Untung saja, masih ada yang mau membantu kami, di tengah orang-orang yang memiliki pemikiran bahwa kami akan selalu baik-baik saja karena kami dianggap keluarga yang mampu. Toxic people/

Apa yang menguatkanku? Ada beberapa teman yang memiliki nasib yang sama denganku saat ini. Setidaknya kami saling menguatkan. Tidak bisa memberikan bantuan secara nyata, tapi setidaknya memberikan kekuatan tak kasat mata. Seolah mengobati hati yang terkadang lelah ini.

Banyak yang bilang, "Ya, namanya juga kehidupan."

Aku pun sadar betul dengan rangkaian kalimat tersebut. Namanya juga hidup, dihadapi. Kalau didiami hanya akan bertumpuk menjadi daki.

Kembali ke pertanyaan mamaku, "Bagaimana kalau mama mati?"

Salah satu solusi yang terpikirkan olehku saat ini adalah, aku akan mempersiapkan diriku sendiri. Aku akan siap jika memang pada akhirnya aku harus hidup sendiri. Pasti akan banyak perubahan, tapi, ya, namanya juga hidup. Aku sudah mulai terbiasa dengan perubahan karena dipaksa oleh keadaan. Kuncinya, ikhlas.

Hanya jawaban itu yang terpikirkan olehku. Karena aku tidak pernah tahu rencana Tuhan itu seperti apa :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar