Ratu Cumi's Choice

APA SAJA YANG HARUS DIPERSIAPKAN JIKA INGIN MEMULAI "DIVING"?

Diving , atau dalam bahasa Indonesia bisa disebut dengan menyelam, adalah salah satu olahraga yang masuk ke dalam kategori ekstrem. Dari sem...

Minggu, 19 April 2020

Mencari Batang Sinyal di Pegunungan Bintang


Hampir seumur hidup aku, aku bermimpi untuk bisa pergi ke Raja Ampat, Papua. Aku ingin mengarungi lautan di sana, menjelajah pulau, kemudian menyelami keindahan bawah lautnya. Nah, tahun 2018 lalu, pada akhirnya aku mewujudkan impian aku ke Papua.

Rasanya hati ini bahagia tak terperi, mimpiku menjadi setengah kenyataan. Kok, setengah? Karena pesawatku tidak mendarat di Bandara Domine Eduard Osok di Sorong, untuk dilanjutkan ke Waisai, Raja Ampat. Pesawatku mendarat di Bandara Sentani, Jayapura, karena tujuanku ke Pegunungan Bintang. Hehehe.

Setiap perjalanan harus berdasarkan alasan dan tujuan. Itu prinsipku. Aku belum menemukan alasan dan tujuan yang kuat ke Raja Ampat, tapi aku punya alasan dan tujuan yang kuat ke Pegunungan Bintang. Waktu itu aku mengikuti rangkaian program Festival Puncak Papua, yang mana salah satu programnya adalah live in di daerah penempatan Pengajar Muda Indonesia Mengajar yang berada di Papua. Alasan dan tujuan ini lebih memanggil hatiku, daripada aku hanya menghabiskan waktu- dan uang- untuk berlibur di Raja Ampat

Lalu, ngapain aja aku di sana? Membantu Pengajar Muda yang bertugas di sana, bertahan hidup, dan mempelajari bagaiamana kehidupan masyarakat di Pegunungan Bintang.

Maka, lepaskanlah pikiran dari pemandangan Raja Ampat. Karena di Pegunungan Bintang, tidaklah kita akan bertemu lautan, sesuai dengan namanya, kita hanya akan melihat pegunungan. Ya, sejauh mata memandang hanya akan ada pegunungan.

Dari Sentani, aku menggunakan pesawat baling-baling kecil menuju Distrik Oksibil, Pegunungan Bintang. Bandara di Oksibil, seperti membawa kita ke masa silam. Bangunannya kecil dan  konvensional. Biar kata jauh akan teknologi, tapi bandara ini memiliki pemandangan yang sangat indah. Menurut sudut pandangku, loh, ya, secara, kan, aku suka naik gunung.

Begitu mendarat, begitu pula kita harus siap terpisah dengan informasi. Tidak ada sinyal di sini, kalaupun ada hanya sinyal sms. Mau internetan buat update media sosial? O O O tidak bisa.

Dari Distrik Oksibil, aku masih harus melanjutkan perjalanan ke Bumbakon, salah satu desa di Distrik Oksop, Pegunungan Bintang Papua. Untuk tiba di mata jalan desa ini, aku harus berkendara terlebih dahulu menggunakan motor yang waktu tempuhnya kurang lebih 90 menit.

Sampai? Belum!

Dari mata jalan, aku harus lanjut trekking manis sejauh 10km untuk tiba di Bumbakon. Medan yang dilewati cukup beragam. Ada wahana lumpur, wahana hutan, wahana bebatuan, ada wahana jalan setapak yang melipir bukit. Aku harus berjalan naik bukit, turun bukit, belok kiri, belok kanan, manjat pager kayu penghalang babi, turun bukit bebatuan, dan naik bukit bebatuan. Pokoknya jalan sekitar 4-5 jam, barulah kita tiba di Bumbakon.

Aku menginap di rumah dinas Fauzan, akrabnya, sih, dipanggil Ojan. Dia Pengajar Muda yang bertugas di sana. Boro-boro sinyal, listrik aja enggak ada di sini. Penerangan menggunakan lampu bertenaga Matahari. Peralatan elektronik diisi daya baterainya dengan meminjam aki yang berada di sekolah. Itu pun dayanya naik turun, tergantung langit lagi ketutup awan atau tidak.

Lantas, bagaimana caranya jika ingin berhubungan dengan orang kota? Gampang, balik lagi aja ke kota hehehehe. Atau kamu bisa titip pesan ke warga yang hendak pergi ke kota untuk belanja. Alternatif lain adalah pergi mendaki ke bukit sinyal.


Lihat dataran berasap di atas sana? Nah, itu adalah bukit sinyal Desa Bumbakon. Entah bagaimana caranya di bukit itu kita bisa menelepon dan mengirimkan pesan singkat. Dengan catatan, gawai dan provider yang kita gunakan mumpuni, ya. Telepon genggam kamu mahal berteknologi canggih? Bye! Telepon genggam yang bisa digunakan hanyalah Noki* cengcengpo. Si telepon genggam jadul itu, lho. Tapi kalau beruntung, telepon genggammu juga bisa. Yah, memang di daerah seperti ini tidak ada yang pasti.


Jalan ke sana enggak gampang, lah, ya. Waktu tempuhnya satu jam, Harus turun bukit, menyebrangi sungai, naik bukit, melewati beberapa perkampungan, dan melewati kandang babi punya orang. Melewati kandang babi ini bukan perkara mudah. Babinya besar-besar, bo! Meleng dikit bisa diseruduk kita. Enggak lucu, kan, kalau kita kenapa-kenapa di tengah pegunungan karena diseruduk babi?


Nah, ini pas kita mau lewat kandang babi terakhir. Eh, si babi-babi ini kayak udah siap menyambut buat menyeruduk. Buset gede benerrrrr. Ngeri, sumpah!!! Kita gak bisa juga macem-macem sama ni babi. Kalau kita lempar batu, terus batunya kena si babi, kemudian babinya kenapa-napa atau mati, bisa-bisa kita kena hukum adat dan didenda hingga puluhan juta. Waduh, gawat amat ini risikonya cuma gegara pingin nemu batang sinyal buat nelepon.

Untungnya, aku ditemani putri-putri daerah yang cukup bisa diandalkan dan pegang kendali. Mereka punya trik khusus buat mengalihkan perhatian para babi, sehingga aku yang cupu ini bisa memanjat pagar, melenggang kangkung melintasi kandang, untuk tiba di bukit sinyal.


Masyarakat Bumbakon, harus berjalan ke sini kalau mau bertukar kabar dan informasi via telepon dengan kerabat mereka di kota. Gila perjuangannya, ya. Eh, tapi, perjuangan yang berat itu menurut aku, loh, ya, kalau menurut mereka, mah, perjalanan ke bukit sinyal mah "kecil". Macam kayak kita kalau mau beli pulsa ke minimarket, tinggal ngesot, nyampe.

Tata cara menelepon pun tidak sembarangan. Telepon genggam harus disimpan di atas ranting yang sudah ditanclebin ke dalam tanah. Ranting di desain sedemikian rupa agar bisa menjadi wadah telepon. Posisi menentukan prestasi. Kalau posisi tidak tepat, jangan harap telepon berdering. Jika posisi sudah tepat, pertahankan. Karena kalau diangkat atau kesenggol dikit ajah, sinyalnya hilang. Hhahahahaha.


Gila, perjuangan banget, ya, hanya untuk mencari batang sinyal di sini. Cukup memberikan cerita dan pengalaman yang luar biasa kepadaku.

Terus waktu itu aku nelepon siapa? Enggak nelepon siapa-siapa, enggak ada yang harus aku hubungi, kok. HAHAHHAHAHAHA.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar