Ratu Cumi's Choice

PERJALANAN SETELAH MENDAPAT LISENSI DIVING

Setelah mendapatkan lisensi diving (menyelam)  ngapain ?  Tentu saja pergi menyelam secara berkala, minimal 6 bulan sekali.  Pertama-tama ak...

Rabu, 23 Oktober 2024

PERJALANAN SETELAH MENDAPAT LISENSI DIVING



Setelah mendapatkan lisensi diving (menyelam) ngapain
Tentu saja pergi menyelam secara berkala, minimal 6 bulan sekali. 

Pertama-tama aku  bingung dan ragu untuk melakukannya. Selain mahal, bingung mau pergi sama siapa? Secara, kan, si paling nubie. Walaupun aku orangnya ekstrovert garis keras, masih ada, loh, keraguan seperti ini. Kalau ada teman, setidaknya ada partner in crime. Kalau enggak ada, begonya sendirian. Akan tetapi, di umur-umur segini, susah mencari teman seperjalanan. Apalagi spesifik untuk menyelam. Enggak semua orang suka dan bisa melakukan olahraga ekstrem ini. Jadi, solusinya adalah ikut open trip.

Waktu aku lagi rajin mendaki, aku lebih memilih pergi dengan orang-orang yang aku kenal. Alasannya satu, kalau ada yang dikenal kemungkinan untuk ditinggal karena jalan lambat sangatlah kecil. Teman kita pasti iba buat nungguin hahahaha. 

Nah, kalau menyelam entah kenapa aku lebih percaya diri dan merasa aman. Ketika menyelam dengan kelompok, kita akan dibagi ke dalam kelompok kecil (kurang lebih 1-4 orang) berdasarkan tingkat lisensi dan jumlah penyeleman (log) yang sudah kita lakukan. Jadi, kalau nubie  akan sekelompok dengan nubie lagi. Selain itu satu kelompok kecil akan memiliki 1 dive guide. Sebelum turun ke laut kita akan di-briefing terlebih dahulu. Selain hand signal, biasana kita dikasih instruksi untuk harus selalu bersama kelompok kecil kita dan memperhatikan keberadaan buddy kita. Jika satu orang memiliki kendala, maka penyeleman dibatalkan. Jika satu orang sisa udara di tabung tersisa 50 bar, maka semua kelompok harus menyelesaikan penyelaman. Oleh karena aturan seperti ini, dengan siapapun kamu melakukan penyelaman, Insyaallah aman.

Supaya aman dan nyaman, kita bisa riset terlebih dulu operator yang menyediakan trip. Gimana testimoni mereka, gimana cara mereka menjawab pertanyaan-pertanyaan kita si nubie ini, dan fasilitas yang diberikan. Cari informasi hingga dapat yang "klik" dan harganya sesuai. Ingat, kita bayar mahal untuk menyelam, jadi pastikan kita aman dan nyaman.

Destinasi pertama yang aku kunjungi setelah mendapatkan lisensi adalah Pulau Komodo (2022). Aku menggunakan operator iDIVE Komodo. Operator ini kupilih karena owner-nya cewek dan konten di Instagram-nya bagus. Pertanyaan-pertanyaan yang dilayangkan melalui DM Instagram dan pesan singkat pun dijawab dengan baik. Setidaknya, nih, walaupun kita jalan sendirian kita bisa ngobrol sama owner-nya, Marcia namanya. Setelah kita dibagi kelompok, kita juga jadi bisa ngobrol-ngobrol sama teman satu kelompok dan dive guide-nya. Kalau kamu introvert, setidaknya kamu tahu harus duduk di mana 😂

Aku juga pernah live on board bersama iDive Komodo ke Sumbawa (2023). Saat itu iDive menggandeng Anthias Cruise dan fotografer Timur Angin. Ini pengalaman pertama aku tinggal di kapal untuk menyelam, alasannya supaya mudah untuk bertemu hiu paus. Tidak perlu pergi subuh untuk menuju ke tempat para hiu paus.

Dari ikut open trip setidaknya kita jadi punya kenalan penyelam lebih banyak. "Pertemanan" dengan operator juga harus dijaga, supaya kalau kita balik lagi ke destinasinya bisa lebih merasa tenang karena ada orang yang dikenal. Lama-lama, dive buddy kita dari 1 bisa lebih dari 10!



Aku pribadi senang banget, di umur-umur segini jadi punya hobi baru, teman baru, dan motivasi baru. Yang tadinya hidup sudah mulai terasa monoton, jadi berwarna kembali.

Setelah dari Komodo, aku makin percaya diri untuk pergi-pergi sendiri. Supaya mudah bacanya aku bikin list aja, ya!

  • Waktu aku ke Ternate (2022) enggak ada rencana untuk menyelam. Saat lagi jalan-jalan aku menemukan dive centre di Taman Nukila, namanya Dive Nukila. Di sini abang-abangnya baik semua, aku kontak sat set besoknya langsung menyelam. Kesan pertama begitu menyenangkan, sehingga 2023 aku balik lagi untuk menyelam bersama mereka keliling Maluku Utara (Jailolo, Pulau Hiri, Morotai, dan Tidore). Untuk akomodasi selama perjalanan aku harus mikir sendiri, fasilitas dari Dive Nukila hanya pada saat penyelaman dan land tour. Abang-abang baik hati ini kebetulan juga menjemput dan mengantar aku ke Bandara.
  • Setelah dari Ternate aku ke daerah Kalimantan, tepatnya ke Derawan, Kakaban, dan Maratua. Aku memilih dive resort, Scuba Junkie Sangalaki.  Di sana aku kenal dengan Dimas dan istrinya Georgia. Aku berteman dengan Dimas hingga hari ini, karena kita punya interest yang sama terhadap dunia pendidikan. Dimas menyarankan aku untuk pergi ke Alor.
  • Waktu mau pergi ke Alor aku bingung gimana perginya. Sampai aku melihat Dimas membagikan konten Holidive yang bikin trip ke Alor. Aku mengikuti Holidive di Instagram, akun ini suka membuat konten tentang tips dan teknik penyelaman. Biasanya aku tonton konten-konten mereka untuk mengingat beberapa teknik sebelum pergi menyelam. Maklum enggak rutin menyelam, jadi kadang suka lupa tekniknya hehehe. Ragu juga pergi sama mereka, kayanya orang-orangnya pada kritis, tapi kata Dimas aslinya pada asyik. Akhirnya aku kontak Holidive dan pergi ke Alor (2022). Aku cukup sering pergi dengan Holidive, seperti ke Bali (akhir 2022-awal 2023) dan Pulau Seribu (2024). Bahkan aku juga refresh skill di kolam Tribuana, Cijantung.
  • Di Alor Holidive bekerja sama dengan operator Air Dive. Perjalanan kali ini aku enggak terlalu sibuk memikirkan akomodasi, karena semua hal sudah diatur saat menginjakkan kaki di Alor, dari mulai transportasi dari bandara ke penginapan, tempat menginap, makan (pagi, siang, sore), camilan, dan alat selam. Perjalanan ke Alor ini mengenalkan aku kepada teman-teman baru yang jadi dive buddy sampai hari ini. Tahun (2023) aku kembali lagi ke Alor bersama Holidive dan Air Dive.
  • Penyelaman tahun 2024, dimulai di Gorontalo dan Bolsel. Kali ini aku menggunakan operator Gorontalo Dive. Sama seperti di Alor, aku enggak sibuk memikirkan akomodasi setelah menginjakkan kaki di Gorontalo, kecuali peralatan selam. Jadi kalau mau sewa peralatan selam, kita ada biaya tambahan. Kita juga enggak perlu mikirin materi konten media sosial, soalnya Gorontalo Dive juga memberikan fasilitas fotografer.
  • Saat musim ikan mola-mola tiba aku pergi untuk melihatnya di Nusa Penida, Bali (2024). Di Nusa Penida ada banyak banget operator penyelaman. Akan tetapi teman-temanku menyarankan  dua operator Temple Dive dan Purple Dive.
  • Terakhir di 2024, aku pergi ke Banda Naira. Temanku menyarankan untuk pergi bersama Indonesia Dive Safaries (IDS) supaya segala sesuatu diurusin setelah kita tiba di Ambon dan Banda Naira. Mungkin kalau aku masih muda, gak akan pake jasa seperti ini, jiwa muda menggelora untuk mengembara pasti ingin segala sesuatu diurus sendiri dan semurah mungkin. Tapi semakin tua, aku lebih memilih seperti seorang princess yang segala sesuatu sudah ada yang mengatur, aku tinggal bernafas saja hahahhaa. Di Banda Naira, untuk urusan penyelaman IDS menggandeng operator lokal Naira Dive Centre. Pokoknya aku, mah, tinggal datang, menyelam, makan, minum dan tidur saja. 

Enggak kerasa setelah aku mendapatkan lisensi, aku sudah melakukan 100 dive hingga hari ini. Sebisa mungkin 6 bulan sekali pergi menyelam. Kalo lebih dari 6 bulan gimana? Disarankan untuk refresh skill terlebih dahulu sebelum melakukan penyelaman.



Semakin sering menyelam, semakin baik teknik penyelaman kita. Semakin sering menyelam, semakin banyak juga teman-teman yang memiliki hobi yang sama, jadi bisa saling diskusi terkait dunia penyelaman. Semakin sering menyelam semakin enjoy dan mungkin bisa upgrade lisensi.

Senin, 05 Agustus 2024

Perjalanan Menertawakan Kehidupan

 


Sudah tahunan, tidak terasa.

Semuanya tertimbun dalam ingatan, dikubur dalam-dalam.

Tidak semudah melupakan kunci mobil, telepon genggam atau dompet, potongan-potongan ingatan itu selalu datang. Kaitan-kaitan masa lalu dengan masa ini. Entah berapa kali muncul di dalam mimpi.


Rindu ini satu arah

Rasa ini satu arah

Keingintahuan ini satu arah

Apa bisa ini semua menjadi dua arah?

Sepertinya tidak akan terbalas.


Kaki-kaki ini melangkah mencari cerita.

Menuju ketinggian, menuju kedalaman.

Tapi yang dirasa sama.

Mencari cerita yang berbeda, tapi mengharapkan cerita yang sama akhir yang sama.


Aku tidak tahu, rasa bisa berpengaruh sebesar ini efeknya.

Bahkan air mata mengalir begitu saja ketika mendengar irama-irama penggetar asa.

Menyembuhkan sendiri semuanya.

Tapi kalau tidak begitu, mau berharap apa?

Kita hidup di dunia yang bisa menyelamatkan diri adalah diri kita sendiri.


Waktu terus berjalan, kehidupan harus terus dilakukan.

Tidak semua hal sesuai harapan dan keinginan.

Berdamai dengan keadaan dan kehampaan hati.

Menertawakan kehidupan walau terasa sedih dalam hati.

Senin, 30 Oktober 2023

APA SAJA YANG HARUS DIPERSIAPKAN JIKA INGIN MEMULAI "DIVING"?


Diving
, atau dalam bahasa Indonesia bisa disebut dengan menyelam, adalah salah satu olahraga yang masuk ke dalam kategori ekstrem. Dari semenjak duduk di bangku kuliah, aku memiliki keinginan yang kuat untuk mendalami olahraga ini. Akan tetapi ada beberapa faktor yang menghambat aku untuk mendalaminya, seperti:
  1. Aku tinggal di Bandung, yang sejauh mata memandang enggak ada laut. Jika ingin belajar selam harus di kolam Sabuga atau Karang Setra. Kalau sesi kolam sudah selesai, wilayah perairan di Pulau Seribu menjadi tujuan untuk sesi praktik.
  2. Biaya yang dikeluarkan mahal. Buat aku yang harus jadi atlet hoki dulu supaya bisa dapat uang jajan tambahan, mengeluarkan sejumlah uang yang cukup banyak untuk satu kegiatan rasanya kurang layak.
  3. Peralatannya juga mahal.
Singkat cerita, setelah aku menjadi wartawan di National Geographic for Kids, redaktur aku pernah memberikan harapan, biasanya wartawan dapat jatah untuk bisa belajar selam dan mendapatkan lisensi secara cuma-cuma. Nah, cuma waktunya tidak bisa ditentukan, bagai menunggu Godot. Kurang lebih 8 tahun jadi wartawan kesempatan itu pun tidak kunjung datang.

Setelah karir aku menjadi jurnalis tuntas, aku kembali lagi ke Bandung. Keinginan untuk belajar menyelam kembali padam. Terlebih lagi dunia mengalami pandemi Covid 19, terkuburlah niat tersebut dalam-dalam.

Hingga pada suatu hari di September 2021, temanku Rissa memiliki wacana untuk liburan ke Bali. Salah satu agendanya belajar menyelam. Saat itu pandemi masih terjadi, namun segala sesuatu yang berkaitan dengan dunia pariwisata menjadi murah. Tiket pesawat murah, paket untuk mendapatkan lisensi selam juga murah, dan penginapan murah. Pandemi juga menuntuk kita untuk bekerja dari rumah, namun kesempatan ini aku buat menjadi bisa bekerja dari mana saja, termasuk Bali. Hehehehe



Aku pun akhirnya menyambut ajakan Rissa. Kenapa? Jika dibandingkan saat aku di bangku kuliah, tahun 2021 aku sudah dibilang cukup mapan, sehingga mengeluarkan sejumlah uang untuk mempelajari sesuatu rasanya layak. Selain itu, belajarnya langsung di Bali, yang mana pemandangan bawah atau atas lautnya indah, jadi sekalian jalan-jalan. Sesi praktek di laut juga jauh lebih banyak. Alasan yang terakhir, tentu saja akomodasi lagi murah.

Lalu bagaimana langkah persiapannya? Aku akan menjelaskan berdasarkan pengalaman aku, ya. Kalau puh sepuh lebih tahu monggo tulis atau kasih masukan di kolom komentar.
  1. Mencari operator diving.
    Waktu itu Rissa diberikan rekomendasi nama Bli Darta dari teman kami. Bli Darta bekerja di operator Bali Reef Divers. Penawaran yang diberikan cukup menggiurkan, untuk bisa mendapatkan lisensi PADI Open Water + PADI Advanced termasuk penginapan selama 5 hari kami mendapatkan harga Rp8.125.000/orang. Harga tersebut kami dapatkan karena ambil 2 pax.

    Operator di Bali banyak banget, kita bisa pilih yang paling sesuai dengan kita. Untuk izin lisensi pun banyak pilihannya bukan hanya PADI. Ada POSSI, SSI, NAUI, ADS-I. Apa bedanya? Sama-sama aja, sih, lembaga dan diperuntukannya aja yang beda. Bisa googling atau cari referensi di Instagram untuk tahu lebih lanjut

    Bali Reef Diver ini berada di Tulamben, sementara kita nanti menginap di Kura-Kura Divers Lodge di Amed. Jaraknya tidak terlalu jauh. Namun jarak Tulamben/Amed dari Denpasar itu kurang lebih 3-4 jam, aku dan Rissa memutuskan untuk menyewa mobil beserta supirnya (kalau enggak salah biayanya Rp600.000.-).


  2. Belajar
    Setelah membayar lunas, kami akan mendapatkan materi pembelajaran PADI Open Water. Materi ini diberikan secara daring, sehingga bisa dipelajari kapanpun dan di manapun. Perkembangan belajarnya juga terpantau oleh Bli Darta. Setiap bab ada ujiannya, ada batas nilainya juga. Jadi pastikan materi pembelajaran dibaca dengan baik dan benar. Kenapa materi pembelajarannya dibaca duluan? Supaya pas nyampe Bali kita udah tinggal praktek di kolam dan laut. 




    Untuk Advance Open Water, kami langsung belajar secara luring bersama Bli Darta, setelah kami menyelesaikan materi Open Water.

    Kalau mau ambil Open Water (OW) saja bisa? Bisa. Justru memang lebih baik ambil OW dulu, perbanyak log (jumlah menyelam) sambil tambah pengalaman. Kalau mau menyelam lebih dalam, terus mau menyelam ke beberapa daerah yang "heboh" baru deh naik kelas ambil Advance.

  3. Membeli alat
    Sebenarnya untuk belajar tidak perlu membeli alat, karena biaya yang kita bayarkan sudah termasuk dengan sewa alat. Takutnya kita udah beli alat, tapi ternyata enggak cocok dengan olahraga menyelam, amsyong, deh. Namun ada beberapa item yang aku beli karena berkaitan dengan kebutuhan. Apa saja?
  • Masker selam
    Di keseharian aku memakai kacamata, sehingga aku butuh kacamata khusus untuk menyelam. Aku beli kacamata ini secara online di alatselam.com merk-nya Amscud Alpha. Aku beli yang harganya paling masuk akal untuk pemula. Kalau pemula jangan heboh-heboh, dulu. Beli seadanya, kalau udah jagoan baru upgrade. Walaupun harganya murah sampai sekarang 2023, aku masih pakai masker ini, loh.

    Ukuran kaca minus-nya bisa custom, namun disarankan untuk mengurangi ukurannya 1. Kenapa? Karena di dalam air semuanya terlihat lebih besar, sehingga paling pas ukurannya dikurangi 1. Misal ukuran mata kita -5 maka minta ukuran kacamatanya jadi -4. Kalau enggak dikurangi gimana? Kepala bisa pusing, kaya kita lagi nonton bioskop tapi duduknya di paling depan. 

    Kalau mau pakai lensa kontak bisa? Bisa aja, tapi kalau nanti ada air laut masuk ke dalem masker terus perih, terus kontak lensnya masuk ke kelopak mata aku enggak tanggung jawab ya. Semua resiko ditanggung yang bikin keputusan.


  • Booties
    Booties dipakai seperti "kaos kaki" sebelum memakai fins, biar kaki enggak lecet. Selain itu, kalau kita jalan di atas pasir berkerikil, telapak kaki jadinya enggak sakit. Sebenarnya operator menyewakan booties juga, tapi aku menjadikan ini barang personal. Aku enggak mau pakai booties bekas kaki orang. Aku beli yang harganya Rp200.000.- di Decathlon merk-nya Olaian. Lagi-lagi, walaupun murah, tapi sampai sekarang 2023, masih aku pakai, loh. 

  • Baju selam
    Harga wet suit (baju selam) enggak murah. Aku ragu untuk beli ini atau enggak, mengingat aku, kan, gendut, ya, takutnya enggak ada yang muat. Waktu itu aku udah survey di toko online, paling murah harganya satu jutaan. Aku ragu buat beli, takut gak muat. Akhirnya setelah tanya-tanya sama Bli Darte suhu air di Tulamben atau Amed tidak terlalu dingin, sehingga pakai baju renang tangan panjang pun cukup. 

    Aku pakai baju renang yang sudah ada di rumah, merk Opelon, one piece, ritsleting depan. Tapi karena aku bakal berenang di laut berhari-hari, aku beli baju renang two pieces (tangan dan kaki panjang), merk-nya Olaian (sekalian beli sama booties).

    Intinya, aku beli barang-barang yang terjangkau dan dibutuhkan saja dulu. Enggak muluk-muluk harus mahal dan ber-merk. Nanti saja, kalau sudah selesai ambil lisensi, cocok, barulah kita beli lagi.
Ketika operator sudah dapat, sudah belajar materi, alat-alat primer kebutuhan pribadi sudah ada, berarti sudah siap untuk berangkat. Kalau nanti sudah melewati tahap Open Water dan Advance, kita akan mendapat kartu anggota dari PADI. Bentuknya kartu elektronik, bisa didapat dari aplikasi PADI. Kalau udah punya lisensi, kita baru bisa menyelam di berbagai macam tempat. Lisensi ini berlaku seumur hidup, tapi dipastikan kita menyelam enam bulan sekali.

Kalau lebih dari enam bulan atau dalam jangka waktu yang lama enggak menyelam gimana? Hubungi operator terdekat atau terpercaya kemudian refresh skill dulu, supaya teknik-teknik dasarnya terasah kembali. 

Kalau menyelam enggak pakai lisensi bisa? Bisa, tapi masuk kategori mencoba. Itu pun durasi sebentar dan tingkat kesulitannya enggak heboh. Biasanya beberapa daerah wisata memiliki pilihan ini. Akan tetapi supaya lebih aman dan nyaman, lebih baik ambil dulu lisensi-nya.

Semoga tulisan ini bisa membantu teman-teman yang ingin memulai belajar menyelam. Sampai berjumpa di bawah laut!

Minggu, 19 Desember 2021

Perjalanan merintis hunian - Part 1

 Kembali ke tahun 2017. Saat itu aku masih bekerja sebagai seorang jurnalis. Sebagian besar teman-temanku sudah berumah tangga. Aku? Masih menjadi aku yang seorang diri dan asyik sendiri. Hingga pada waktu aku pergi hiking bersama temanku dan terlibat perbincangan panjang di perjalanan. Perbincangan ini tentang kehidupan.

Setelah bekerja menahun, aku cukup menghasilkan uang. Namun ke mana uangnya? Menjadi tai. Iya, sering banget aku mengeluarkan  uang hanya untuk jajan dan nongkrong, yang ujung-ujungnya hasi nongkrong dibuang di kloset menjadi tai. Akhirnya temanku ini mengusulkan supaya aku menghabiskan uang di barang tetap, yang bisa dijadikan sebuah investasi. Hal ini cukup membuka pikiranku, sih.

Sekali waktu, aku pernah menginap di tempat temanku yang lainnya. Temanku ini punya apartemen di daerah Jakarta Pusat. Aku cukup kagum, sih, dengan dia yang bisa punya hunian sendiri. Dia pun bilang, daripada kita bayar kost tiap bulan, mendingan langsung beli hunian. Uang yang dikeluarkan jelas untuk diri sendiri pada akhirnya, bukan untuk orang lain.

Perbincangan-perbincangan ini cukup memengaruhiku, sih. Iya, juga, ya. Daripada uang jadi tai, mendingan investasi. Akhirnya aku merapihkan keuanganku. Setelah hitung-hitung akhirnya aku memutuskan membeli sebuah apartemen. Uangku enggak cukup untuk beli unit di daerah Jakarta, maka akupun memutuskan untuk membeli di daerang Tangerang Selatan.

Aku melakukan banyak riset sebelum membuat keputusan. Riset yang aku buat untuk memperkuat niat. Seperti, kenapa apartemen? Kenapa enggak rumah? Jawabannya simpel, aku bukan orang yang bisa ngurus rumah. Aku enggak mau mikir sampai botak untuk urusan genteng bocor, tikus, dan urusan domestik rumah yang lain. 

Kenapa Tangerang Selatan? Karena saat itu aku bekerja di perusahaan media yang kantornya akan segera pindah ke daerah Palmerah. Maka aku mencari hunian yang akses transportasinya mudah untuk diakses. Ada satu apartemen di daerah Tangerang Selatan, yang baru akan dibangun. Salah satu promosinya, salah satu tower akan memiliki koneksi ke stasiun KRL, yang mana stasiun KRL tersebut hanya 20 menit dari Palmerah. Walaupun letaknya enggak terlalu di kota, tapi dia berada di daerah yang sedang berkembang. Dekat dengan salah satu mol mewah dan daerah yang dibidik perusahaan-perusahaan untuk membuat perkantoran. Selain itu, akan banyak kampus yang membuka cabang di daerah ini. Win-win solution. Jika aku tidak tinggal di apartemen tersebut, setidaknya akan ada banyak peluang untuk disewakan.

Setelah tekad yang bulat, maka datanglah aku ke marketing office apartemen tersebut. Aku datang bersama temanku, pakaian kami biasa saja. Aku bahkan hanya pake celana kulot, t-shirt, tas ransel dan sendal. Keliatan biasa saja, tapi kalo mau dilihat merk dan ditotal harganya jadi gak biasa saja. Kenapa aku bahas hal ini? Karena aku dicuekin cukup lama di ruang tunggu. Mungkin para marketer ini menganggap dua mbak-mbak ini cuma mau tanya-tanya doang.

Akhirnya, setelah protes, dilayanilah kami oleh seorang marketing perempuan bertubuh mungil. Dari tingkah lakunya cukup terlihat bahwa dia baru. Akan tetapi, si mbak ini bisa menjelaskan banyak hal dan cukup detil. Yang paling hebat, dia bisa membuat aku yakin betul untuk beli, 100 %. Tapi aku enggak gegabah, karena harus diperbincangkan lebih lanjut dengan ibu aku. Aku minta waktu untuk hal ini.

Dari hasil perundingan dengan ibu aku, akhirnya keputusan pun bulat. Aku menghubungi si mbak marketing, untuk membuat janji transaksi. Aku datang kembali ke marketing office, kali ini dengan pakaian yang tidak bisa dipandang sebelah mata. Kali ini si mbak marketing ditemani oleh manajernya, orangnya juga menyenangkan. Dia berhasil meng-upgrade niatku yang hanya ingin membeli unit studio, menjadi unit dua kamar. Kok bisa? Kira-kira begini perbincangannya:

He: Yakin mau beli yang studio? Kecil banget ini Mba ukurannya.

Me: Yakin mas, lagian kan saya hanya sendirian.

He: Sendirian, kan, di tahun 2017. Nanti apartemennya, kan, jadi 2020. Mbak pasti udah berkeluarga, dong.

Me: (yang waktu itu masih punya pacar) Hmm, iya juga, ya.

He:Nah, kan, mending  yang dua kamar Mbak..

Emang jago jualannya, terhasutlah aku untuk membeli yang dua kamar. Kampret memang ! Hahahah.

Karena waktu itu aku punya dana, dan karena aku gak mau punya tanggungan, aku bayar cash keras yang dicicil selama tiga bulan. Kesepakatan dan transaksi pun terjadi. Si mbak dan mas manajer pasti dapet bonus dari transaksi ini. Mamam buat para marketing yang tidak memedulikan aku di ruang tunggu. Makannya, jangan pernah menilai orang dari penampilannya.

(Bersambung ke part 2)

Minggu, 27 Juni 2021

Perjalanan Mengenal Diri Sendiri

Saat ini umurku hampir menuju angka 35. Enggak nyangka, ya, tiba-tiba udah umur segini. Perasaan baru kemaren lulus SD. Heu~

Di satu sisi, aku cukup bersyukur dengan pencapaianku yang sudah bisa sejauh ini. Tapi di sisi lain, ada sedikit rasa cemas. Aku seperti semakin jauh dengan diriku. Seiring berjalannya waktu aku merasa ada banyak perubahan dari dalam diri ini. Sesimpel, aku mulai tidak menyukai makanan manis. Aku juga sudah tidak terlalu nyaman mengelola pertemanan dengan banyak orang, aku lebih mengutamakan teman yang memang benar-benar memiliki kedekatan cukup erat. Belum lagi masalah ketahanan tubuh dan kelincahan, jauh berbeda dengan aku di awal umur 30-an.

Salah seorang teman menyarankan aku untuk mengikuti tes Myers-Briggs Type Indicator (MBTI). Sebuah tes untuk mengetahui kepribadianku. Selama ini aku hanya mengetahui aku itu sanguinis yang melankolis. Aku juga hanya mengetahui aku itu ekstrovert. Akan tetapi aku tidak mencari tahu lebih dalam. Perasaan aku mulai tidak mengenal diri akulah yang mulai mendorongku untuk mengeksplorasi kepribadianku. Mungkin secara umum aku tahu, tapi kurang spesifik dan terstruktur.

Alat untuk melakukan tes ini banyak tersedia secara daring. Salah satu alat yang aku coba adalah alat yang disediakan oleh https://www.16personalities.com . Kita akan disuguhkan oleh beberapa pertanyaan tentang suatu kondisi, lalu kemudian kita tinggal mengisi skala setuju atau tidak setuju. Karena fungsi dari tes ini adalah mengetahui kepribadian kita, maka kita wajib mengisinya sejujur mungkin. Dari hasil tes, dapat diketahui bahwa kepribadianku adalah ESTJ-T.

Jangan puas dengan satu alat, coba tes lagi dengan alat yang lain, untuk lebih memastikan. Aku pun direkomendasikan oleh temanku untuk mencoba di https://www.metarasa.com. Tes kali ini, bukan skala setuju atau tidak setuju. Tapi kita diminta untuk memilih skala prioritas untuk suatu situasi, seperti "I enjoy meeting friends" atau "I enjoy solving problems on my own". Setelah menyelesaikan tes,  hasilnya sama, ESTJ-T.

Wow, aku merasa terkonfirmasi membaca penjelasannya. Seolah-olah menjadi lebih yakin dengan diri sendiri. ESTJ-T ini biasa disebut si Eksekutif, karena  logis, tegas, berjiwa pemimpin, disiplin, cepat membuat keputusan, menyukai fakta konkret. Jiwa ekstrovertku seolah menyelamatkan aku dari kepribadian yang tegas dan kaku, karena aku suka menghabiskan waktuku dengan orang lain dan menjadi pusat perhatian (tentu 😁). Ketika bergaul, aku bisa menjadi seseorang yang menyenangkan (walau kesan pertama orang lain kepadaku adalah aku galak, gara-gara mukaku yang cetakannya emang galak).

Lalu setelah mengetahui kepribadian, gimana?

Jujur, setelah tes ini aku melakukan refleksi dan evaluasi terhadap diri aku sendiri. Karena ada beberapa hal yang menjadi kelemahan dari kepribadianku ini. Seperti kaku, tidak peka, keras kepala, argumentatif, dan suka memerintah. Aku tidak mengelak, karena itu semua benar 😁. Lagi-lagi terkonfirmasi. Mengetahui kelemahan akan membuat kita lebih bisa menentukan sikap, supaya lebih  baik lagi. Lalu, kalau kita bisa mengatasi kelemahan, apakah kepribadian kita bisa berubah? Hmm...

Dari hasil tes ini, aku bisa mengetahui juga pekerjaan yang sekiranya cocok buatku. Diantaranya polisi, tentara, hakim, politikus, pengacara, guru, manajer, akuntan, auditor, dan bankir. Ya, itu ada tulisan guru. Mungkin aku sudah berada di jalur yang tepat. Amin.

Nah, terus aku penasaran, dong. Dengan kepribadian ESTJ-T kira-kira aku cocoknya punya pasangan yang seperti apa? Eh, kebetulan di 16personalities ada tesnya. Langsung eksekusi dan hasilnya adalah ISFJ, si Pembela. Adeuh, si Eksekutif dan si Pembela. Perbedaannya di kata Introvert dan Feeling.

Kalau introvert secara garis besar aku paham, sehingga aku lebih tertarik membahas feeling. Secara garis besar aku setuju banget bahwa pelengkap thinking itu adalah feeling. Aku itu kalau mempertimbangkan pilihan atau membuat keputusan pasti menggunakan kepala. Apa-apa harus logis, dan jelas sebab akibatnya. Kadang tega, gak mikirin perasaan orang lain, karena semua harus sesuai dengan target dan berhasil. Dari penjelasan tersebut, tepat banget kalau aku dipasangkan dengan orang yang menggunakan hati (perasaan) ketika membuat keputusan atau menentukan pilihan.

Aku kutip penjelasannya, yang menurut aku ini AKU BANGET 😂

Ketika dihadapkan dengan sebuah keputusan, orang-orang dengan sifat Berpikir biasanya bersandar pada informasi yang objektif. Pengetahuan adalah alat mereka yang tak tergantikan. Begitu tipe kepribadian ini mengumpulkan fakta, mereka menguji alternatif mereka terhadap logika dan alasan untuk melihat keputusan mana, dengan standar tersebut, yang terbukti paling efektif atau realistis. Mereka umumnya mengelola hubungan mereka dengan menggunakan keadilan dan efektivitas sebagai metode utama mereka dalam berurusan dengan orang lain. Gairah mereka lahir dari rasa hormat. 

Jujur, ketika berhubungan dengan orang lain, aku kadang bingung untuk merespon emosional seseorang. Dulu aku pernah dihadapkan dengan situasi temanku kehilangan  hp-nya. Dia nangis menjadi-jadi, terus aku bilang, "makan aja, yuk!". Niat hati ingin mengalihkan perhatian, toh, untuk apa nangis berlama-lama, kan, HP-nya sudah hilang. Nah, teman yang lain malah nyolot, bilang aku enggak punya perasaan. Heu~

Aku sendiri terkadang bingung dengan emosi diri aku sendiri. Di satu sisi logis, tapi di sisi lain melankolis. Pas ayah dan kakak aku meninggal, pun, aku nangis menjadi-jadi. Padahal kalo secara logis, mungkin itu adalah jalan yang terbaik karena mereka sudah tidak merasakan sakit lagi. Tapi hati ini pedih sepedih-pedihnya. Begitu juga pas putus cinta, sedih tak berujung kayak orang gila. Padahal logis, tapi begitu masalah cinta bodoh. HAHAHAHAHA.

Yah,, begitulah hidup.

Semoga dengan lebih mengenal diri sendiri, kita bisa lebih meningkatkan kualitas dan bebenah diri. Dengan lebih mengenal diri sendiri, si Eksekutif pun bisa menemukan si Pembela.

 


Rabu, 30 September 2020

Perjalanan 30 yang ke-34

 

Wow.. enggak kerasa, ya, tiba-tiba udah 34 tahun. Rasanya kayak baru kemaren belajar sepeda roda tiga lalu kemudian masuk ke got hahahaha...

Di umur ke-34 banyak hal-hal baru yang aku alami dan aku rasakan. Aku merasakan hidup di tengah pandemi virus corona yang mengharuskan untuk diam di rumah saja selama hampir 7 bulan, merasakan bekerja secara online, merasakan kembali bermain sepatu roda, merasakan jatuh saat meluncur dari sepatu roda, merasakan rasa bahagia karena bebas tugas dari hal-hal yang tidak aku suka, merasakan semangat kembali bekerja karena membuka lembaran baru, merasakan jatuh dari tebih dan hampir mati, merasakan pergi ke UGD rumah sakit tulang, merasakan patah tulang, merasakan dipasang gips, merasakan tidak berarti karena kesulitan berjalan, merasakan putus asa karena tidak bisa ngapa-ngapain, merasakan bahagia ketika lepas gips, merasakan sulitnya berjalan pakai tongkat, merasakan kerinduan yang begitu besar kepada masa lalu.

Ya, walaupun hanya di rumah saja tapi begitu banyak yang dirasa dan membuat diriku selalu berkontemplasi. Tak jarang aku memikirkan masa depan, tapi tampak aku tidak punya kuasa lebih untuk meramal masa depanku. Sehingga aku hanya bisa membuat sebuah rencana ini dan itu. Sebuah rencana yang setidaknya membawa semangat masa laluku.

Kenapa masa lalu? Karena aku merasa kehidupanku di masa lalu sangatlah menyenangkan. Penuh gairah, semangat, mimpi, target, capaian. Rasanya dulu aku selalu penuh dikelilingi api semangat. Kepergian kakakku cukup memporak porandakan semangatku, karena aku harus mengurung egoku, hingga aku merasa apiku redup. Namun seiring berjalannya waktu, aku menyadari, aku tidak boleh redup terlalu lama.

Di umurku yang 34 ini mungkin aku tidak lagi memiliki darah muda darahnya para remaja. Ketika aku berpergian sudah sering dipanggil ibu, ketika di supermarket akupun dipanggil bunda. Teman-teman seumurku sudah pada berkeluarga, tapi aku belum. Menurutku ini bukan sebuah kesialan, justru ini adalah kesempatan. Kesempatan untuk aku mengobarkan api semangat, untuk kembali berkarya dan mewujudkan mimpi-mimpiku. Kesempatan untuk melangkahkan kaki untuk lebih jauh lagi. Memperkaya wawasan dan pengalaman.

Aku ingin seperti Bob Sadino dan Jakob Oetama, ketika meninggal dunia yang dikenang adalah karya dan kebaikannya. Aku ingin seperti Ibu Susi Pudjiastuti, yang hingga masa tuanya tetap berkarya dan bekerja. Aku ingin membuat diriku lebih berarti, dengan caraku sendiri.

Jika bukan diriku, siapa yang paling menganggap diriku ini berarti.

Jika bukan diriku, siapa yang paling menyayangi diriku sendiri.

Ini bukan egois atau narsis, tapi ini menjadi sebuah bentuk penghargaan. Betapa aku menghargai diriku sendiri. Aku pun akan mencoba untuk menjadi lebih baik lagi dengan menghargai orang-orang di sekitarku dan lingkunganku.

Aku akan mencoba untuk lebih menikmati hidupku. Insyaalloh.

Bagaimana dengan jodoh? Aku menganggapnya itu menjadi sebuah bonus. Bukan sebuah penghalang. :)

Be always strong Melissa. Me always love you.

Crying when you're sad, laughing when you're happy, and rest when you feel tired

Happy birthday :)

Selasa, 25 Agustus 2020

Batas Tipis Hidup dan Mati

Saat ini aku sedang terbaring di atas tempat tidur sembari merenung. Merenungi beberapa kejadian yang pernah aku lewati. Ada yang seru, ada yang menyenangkan, ada yang menyedihkan, ada pula yang memosisikan aku di ambang hidup dan mati.

Kejadiannya tepat dua minggu yang lalu. Aku sedang pergi hiking bersama dengan rekan kerjaku. Medannya tidak terlalu menantang, hanyalah sebuah curug di daerah Subang. Kami berencana pergi selepas subuh, namun aku telat bangun. Akupun menjadi sedikit terburu-buru. Sejujurnya aku tidak begitu suka jika terburu-buru, namun nyatanya kuselalu terburu-buru. Aku datang paling terakhir saat itu.

Kami sepakat pergi ke sana dengan menyewa angkot, alasannya supaya lebih akrab. Aku memilih duduk di depan. Bukannya cule supaya bisa menikmati pemandangan, aku suka mabuk darat kalau naik angkot dan duduk di belakang. 

Dalam perjalanan kumelihat pancaran sinar Matahari pagi, menerkam kegelapan. Sungguh indah. Kendaraan kami pun seolah memecah kerumunan kabut pagi. Pohon-pohon pinus yang berada di sisi kiri dan kanan jalan bagai para among tamu yang menyambut kedatangan kami.

Perjalanan cukup cepat. Sebelum pukul 07.00 WIB kami sudah tiba. Perjalanan pun dilanjut dengan berjalan kaki. Medan aspal berubah menjadi bebatuan, pemandangan hutan pinus pun berubah menjadi hamparan kebun teh. Kupandang langit cukup berawan, sehingga sinar matahari pun tampak seperti pijar lampu yang menyinari Bumi. Aku yakin, hujan akan turun hari itu.

Hanya butuh setengah jam, aku dan rombongan tiba di pelataran curug. Melihat jeram-jeram kecil rasanya tak sabar ingin bermain air. Akupun segera menaruh bawaanku, melepas sepatuku, lalu kemudian memanjat tebing batu yang memagari jeram-jeram kecil tersebut.


Aku sudah tahu tujuanku jeram yang posisinya di paling atas. Di sana dasar jeram cukup dalam, sehingga aku bisa berenang bak di kolam. Menuju ke sana aku harus berjalan melipir tebing batu dengan sangat berhati-hati. Beberapa rekan ikut denganku. 

Keadaan air sangatlah dingin, aku merasa debit air pun cukup deras. Tapi itu tidak mengurungkan niatku bermain air. Aku dan rekan-rekanku berenang, bermain air, dan tertawa riang gembira.

Setelah kurang lebih satu jam, kami pun memutuskan untuk berpindah tempat menuju air terjun yang berada di bawah. Satu persatu keluar dari air, bersiap kembali untuk jalan melipir di tebing batu. Saat sedang berjalan, salah satu rekanku tampak ragu dan berhati-hati. Aku memerhatikannya, hingga aku kurang fokus dengan pijakanku sendiri.

Sepersekian detik, kakiku terpeleset. Aku meluncur jatuh dengan cepat. Tak ada yang bisa aku raih untuk bertahan, karena semuanya berupa bebatuan lincin. Saat itu aku merasa aku akan mati. Aku pun istighfar, dan menyebut kata maaf kepada ibuku. Aku pasrah.

Setelah mendarat, aku pun menyadari aku masih hidup saat itu. Aku sungguh sangat bersyukur. Aku langsung memeriksa seluruh badanku, apakah ada yang patah atau tidak. Sepertinya aman, namun kakiku nyeri sekali. Sakit yang luar biasa karena ternyata aku mendarat tepat dengan dua kaki yang lalu kemudian bertumpu di kaki kanan. Tempat aku mendarat bebatuan kerikil kecil yang tentu saja membuat sekujur badan bertambah nyeri. 

Aku membalikkan kepalaku, aku melihat ada sebongkah batu besar dengan ujung yang lancip. Ya Tuhan, aku sangat bersyukur tidak jatuh di atas batu tersebut. Aku lemas seketika. Aku melihat ke atas, cukup tinggi aku terjatuh, kira-kira 3 meter! Aku tidak bisa mengangkat badanku, kakiku sakit sekali dan tidak bisa menapak di bebatuan. Salah satu rekanku datang sambil mengatakan bahwa telapak kakiku yang sebelah kiri sobek mengeluarkan banyak darah. 

Aku lemas tak berdaya, rekan sebayaku datang untuk menolong. Tapi keadaanku masih syok. Aku memilih untuk duduk diam tidak bergerak untuk menenangkan diri. 

"Aku enggak apa-apa."

Rekanku memastikan berkali-kali. Aku memintanya untuk turun duluan, aku masih ingin duduk menenangkan diri dan meredakan nyeri. Setelah cukup tenang, aku mencoba untuk berdiri, kaki kananku sakit sekali untuk dipijak, akhirnya aku memilih menuruni tebing batu dengan menyeret pantatku pelan-pelan. 

Begitu berhasil tiba di bawah, salah satu rekan mencoba untuk membersihkan dan mengobati kakiku yang sobek. Linu rasanya. Aku panas dingin. Tapi ada hal yang cukup menarik perhatianku saat itu, sepertinya bentuk kaki kananku berubah. Aku panik tapi tetap mencoba untuk tenang. Rasanya ingin menangis, tapi aku yakin menangis tidak akan menyelesaikan masalah.

Aku meminta rekan sebayaku untuk mengecek kakiku. Menurutnya tidak ada masalah, mungkin hanya memar karena bertumbukan dengan bebatuan. Karena sugesti positif yang aku dapatkan, aku masih memaksakan diri berjalan dari pelataran curug menuju tempat parkir angkot. Aku berjalan dengan lambat, dibantu dengan tongkat dari kayu. Cobaan pun ditambah dengan hujan deras.

Di perjalanan pulang, aku masih berusaha untuk tenang. Aku meriang kedinginan saat itu. Aku mencoba untuk tidur, namun setiap aku memejamkan mata terbayang kejadian saat aku terjatuh yang membuat aku meringis ngilu. Setibanya di tempat kerja, setelah beberapa rekanku pulang, aku meminta salah satu rekan kerjaku untuk membersihkan lukaku. Disitulah tangisku pecah. Aku menangis seperti orang kesetanan. Rasa sakit, terancam, takut, trauma seolah menjadi satu.

Saat lukaku sudah dibersihkan. Aku berdiri dan berjalan, rasa sakit di kakiku maki  menjadi-jadi. Aku bingung aku harus bagaimana. Akhirnya aku memilih untuk pulang ke rumah dan beristirahat. Sambil tertatih-tatih aku jalan ke mobilku dan menyetir mobil pelan-pelan. Berat rasanya untuk membuka pagar, menutup pagar, parkir mobil, dan serangkaian hal yang harus aku lakukan sebelum masuk ke dalam rumah.

Aku tidak berani bilang ke ibuku tentang keadaanku. Apalagi kalau aku bilang aku hampir mati. Dengan bersusah payah aku masuk ke kamar, ganti baju, lalu rebahan. Aku menggigil parah saat itu. Aku tidak bisa tidur, karena setiap aku memejamkan mata, bayangan aku terjatuh kemudian mendarat di batu-batu pun mucul disertai rasa ngilu. Aku menangis sendirian saat itu. Aku menghubungi teman-temanku, tampak aku butuh pertolongan, tapi yang kudapat malah pertanyaan demi pertanyaan. Belom lagi mereka memberikan kemungkinan-kemungkinan buruk yang malah membuat aku makin putus asa. Di situlah aku mulai tidak lagi percaya dengan kata-kata, "kalau butuh bantuan hubungin aku aja."

Aku pun menghubungi temanku yang dokter, pertanyaan demi pertanyaan datang. Instruksi demi instruksi diberikan, yang rasanya tidak mungkin aku lakukan. Saat itu aku sedang trauma, sendirian, orangtua aku enggak tau keadaan aku. Aku pun minta pengertian, bukan instruksi seperti itu yang dibutuhkan. Aku hutuh langkah taktis yang harus aku lakukan saat ini, supaya aku bisa bertahan hingga esok pagi. Untungnya temanku yang dokter ini mulai paham, dan memberikan panduan yang menurutku tepat. Salah satunya adalah minun obat pereda sakit. Akupun akhirnya bisa tidur karena ketiduran setelah lelah menahan sakit.

Besok paginya aku melihat kondisi kakiku yang makin parah. Aku akhirnya bilang ke ibuku tentang keadaanku dan minta dibawa ke rumah sakit. Aku hanya bilang rerjatih saja, tidak memberikan detail kejadian. Untung saja ibuku tidak banyak tanya, dan dengan segera membawakubke IGD salah satu rumah sakit tulang.

Setelah melewati rangkaian pemeriksaan, ternyata tulangku patah huhuhu. Ada dua pilihan dioperasi pasang sekrup atau di gips selama 3 minggu. Aku terlalu takut menjalani operasi. Aku pun memilih untuk di gips saja, walaupun nantinya bentuk kakiku tidak seperti semula.


Hari-hari pertama memakai gips dan tongkat membuatku putus asa. Apalagi pada awalnya aku tidak tahu bagaimana cara berjalan memakai tongkat. Belum lagi cara untuk buang air kecil, mandi, dan kegiatan harian lainnya. Aku cukup sedih dan sering putus asa. Tapi kalau merasa mau menyerah, aku langsung mengatur pikiranku supaya bersyukur masih dikasih kesempatan hidup, hanya dikasih cobaan tulang kaki yang patah. Sebisa mungkin atur pikiran, ini bukan cobaan tapi ilmu baru dalam kehidupan. Lama-lama emosi bisa dikelola, mobilitas pun jadi terbiasa. Aku jadi mikir cara-cara yang membuat aku nyaman untuk berkegiatan sehari-hari. Hingga pada akhirnya aku bisa berdamai dengan keadaan.

Bersyukur banget hari ini aku masih bisa rebahan sambil menulis blog.